Kamis, 11 November 2010

pemuda dan sosialisasi

Pemuda dan Sosialisasi
Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
jadi jelaslah sekarang keragaman pemuda Indonesia dilihat dari kesempatan pendidikannya serta dihubungkan dengan keragaman penduduk dalam suatu wilayah, maka proses sosialisasi yang dialami oleh para pemuda sangat rumit. Sehubungan dengan perkembangan individu pemuda itu sendiri dan dalam rangka melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, maka pengalaman-pengalaman yang dialainya itu kadang  membingungkan dirinya sendiri.
Pemuda Indonesia
Pemuda dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti. Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa bayi                  : 0 – 1 tahun
Masa anak                : 1 – 12 tahun
Masa Puber              : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda          : 15 – 21 tahun
Masa dewasa           : 21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak        : 0 – 12 tahun
Golongan remaja     : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa   : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yagn telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1.       siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2.       Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3.       Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran itu dibedakan menjadi dua yaitu
1.       Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
2.       Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan  lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai  atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

Sosialisasi Pemuda
Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akna terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menajdi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya gar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya degnan sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
1.       Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2.       Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial

Bertitik tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi pemuda
Thomas Ford Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapatdalam kebudayaan masyarakatnya. Menurut R.S. Lazarus, proses sosialisasi adalah proses akomodasi, dengan mana individu menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah laku-tingkah laku yang baru yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat
 C.Internalisasi Belajar & Sosialisasi
Ketiga kata atau istilah internalisasi, belajar, dan sosialisasi pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial. Istilah internalisasi lebih ditekankan pada norma-norma individu yang menginternalisasikan norma-norma tersebut, atau proses norma-norma kemasyarakatan yang tidak berhenti sampai institusional saja, akan tetapi norma tersebut mendarah daging dalam jiwa anggota masyarakat. Norma tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu norma yang mengatur pribadi (mencakup norma kepercayaan dan kesusilaan) dan norma yang mengatur hubungan pribadi (mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hukum).
Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu, atau perubahan sikap dari tidak tahu menjadi tahu, dimana belajar dapat berlangsung di lingkungan maupun di lembaga pendidikan.
Istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yang telah dimiliki atau diukur oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama.

D.Proses Sosialisasi

Menurut George Herbert Mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
·         Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balitadiucapkan “mam”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
·         Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
·         Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peranyang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
·         Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama–bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya– secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap “nakal”, maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai “anak nakal” sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
E.Peranan Sosial Mahasiswa dan Pemuda di masyarakat

Pada masa 1990 sampai 2000 an demonstrasi masih marak di berbagai tempat. Pada masa itu mahasiswa dan pemuda menyebutkan dirinya sebagai Gerakan Moral. Sedangkan pada mahasiswa yang lain gerakan mahasiswa menyebutkan dirinya sebagai gerakan Politik.
Mahasiswa menjadi pecah dan terkadang pragmatis. Tidak menjadi rahasia umum lagi mahasiswa dibayar untuk berdemonstrasi.
Sebelum terlalu jauh meneropong peranan mahasiswa di luar kampus– walaupun klise– sebaiknya kita mesti ingat bahwa tugas utama mahasiswa dan pemuda adalah belajar di sekolah/kampus.
Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
Bisakah mahasiswa beranjak menuju gerakan pemikiran dan gerakan transformasi?
Mari kita coba dan berjuang!!
Dasar Pemikiran neoliberalisme “pasar adalah tuan dan negara adalah pelayan” salah satu contoh yang paling baru mengenai kekalahan negara/pemerintah terhadap pasar adalah harga minyak yang naik.
Paradigma pasar menguhah cara berpikir dan persepsi masyarakat. Dominasi kapitalisme memutarbalikkan hubungan antara masyarakat (sosial) dan Pasar (ekonomi) (Polanyi, 1957).
Pada awal beroperasinya kapitalisme, pasar merupakan bagian dari masyarakat. Operasionaliasi norma-norma pasar berakar dan dibatasi norma sosial, kultural, dan politik. Masyarakat merupakan pemegang kunci dalam hubungan sosial dan ekconomi. Tapi ketika kapitalisme mendominasi, keberadaan pasar telah berbalik 180 derajat, masyarakatlah yang menjadi bagian dari pasar. kehidupan sehari-hari pun direduksi menjadi bisnis dan pasar.
Dampak langsung yang bisa dirasakan semenjak kenaikan BBM tahun 2005 antara lain terjadi inflasi, daya beli masyarakat menurun, kesehatan masyarakat menurun (kekurangan gizi), angka anak putus sekolah (drop out), angka kematian anak, pengangguran dan kemiskinan meningkat, sehingga munculnya kerentanan sosial.
Keadaan di atas dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya generasi yang hilang (the lost generation) ungkapan yang telah nyaris menjadi klise, jika persoalan anak dan orang muda tidak dapat diatasi dengan baik khususnya di sektor Gizi dan kesehatan serta pendidikan, maka kita akan kehilangan sebuah generasi, yang menjadi pertanyaan apakah benar bahwasanya satu generasi yang akan hilang ? kehilangan generasi mempunyai implikasi yang luas mereka mungkin tidak akan mampu menyisakan pendapatannya untuk memperbaiki kesejahteraanya sendiri hingga lingkaran setan pun terjadi karena Gizi yang rendah, prestasi sekolah yang pas-pasan, kemungkinan anak akan drop- out dan harus mempertahan kan hidup dan pengangguran.
Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan, hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi lemah.
Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard, playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan kegiatan yang lebih positif.
Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.
Sudah 60 tahun lebih bangsa Indonesia merdeka, sistem pendidikan telah dibaharui agar mampu menjawab berbagai perubahan diseputaran kehidupan umat manusia. Tetapi selesai kuliah barisan penganggur berderet-deret. Para penganggur dan setengah penganggur yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya, mereka menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan yang dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan penghambat pembangunan dalam jangka panjang.
F. Pola Dasar Pembinaan dan Perkembangan Generasi Muda
Pemuda adalah harapan bangsa. Pemuda adalah suatu generasi yang di pundaknya tertumpu harapan dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya dan harus mengisi serta menjaga keberlangsungan estafet pembangunan secara terus-menerus.
Pembicaraan mengenai generasi muda tidak pernah terlepas dengan adanya berbagai permasalahan yang sangat bervariasi, sedangkan permasalahan tersebut tidak dapat diatasi secara proporsional sendiri-sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka pemuda akan kehilangan jati diri sebagai pemuda penerus bangsa. Bahkan akan sangat berbahaya bila generasi muda akan terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang negatif dan merugikan diri sendiri maupun masyarakat, bangsa dan agama.
Di samping menghadapi berbagai permasalahan, pemuda juga memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu berbagai potensi positif yang dimiliki generasi muda harus diarahkan, dibina dan digarap dengan baik dan benar. Pembinaan dan pengembangannya hendaknya harus sesuai dengan asas, arah dan tujuan yang jelas serta berkesinambungan
Proses sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya. Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0323/U/1978 tanggal 28 Oktober 1978. Maksud dari pola pembinaan dan pengembangan generasi muda adalah agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam penanganannya benar-benar menggunakan sebagai pedoman sehingga pelaksanaannya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta berlangsung secara terus-menerus.
Oleh karena itu pada tahapan dan pembinaannya, melalui proses kematangan dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat sehingga diharapkan pemuda dapat hidup ditengah-tengah masyarakat dan memiliki motivasi sosial yang tinggi. Oleh karena itu penting adanya pemberdayaan karang taruna guna meningkatkan peran serta pemuda dalam kehidupan bermasyarakat.
G. Pengertian Pokok Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
Pemuda adalah harapan bangsa. Pemuda adalah suatu generasi yang di pundaknya tertumpu harapan dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya dan harus mengisi serta menjaga keberlangsungan estafet pembangunan secara terus-menerus.
Pembicaraan mengenai generasi muda tidak pernah terlepas dengan adanya berbagai permasalahan yang sangat bervariasi, sedangkan permasalahan tersebut tidak dapat diatasi secara proporsional sendiri-sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka pemuda akan kehilangan jati diri sebagai pemuda penerus bangsa. Bahkan akan sangat berbahaya bila generasi muda akan terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang negatif dan merugikan diri sendiri maupun masyarakat, bangsa dan agama.
Di samping menghadapi berbagai permasalahan, pemuda juga memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu berbagai potensi positif yang dimiliki generasi muda harus diarahkan, dibina dan digarap dengan baik dan benar. Pembinaan dan pengembangannya hendaknya harus sesuai dengan asas, arah dan tujuan yang jelas serta berkesinambungan
Proses sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya. Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0323/U/1978 tanggal 28 Oktober 1978. Maksud dari pola pembinaan dan pengembangan generasi muda adalah agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam penanganannya benar-benar menggunakan sebagai pedoman sehingga pelaksanaannya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu serta berlangsung secara terus-menerus.
Oleh karena itu pada tahapan dan pembinaannya, melalui proses kematangan dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat sehingga diharapkan pemuda dapat hidup ditengah-tengah masyarakat dan memiliki motivasi sosial yang tinggi. Oleh karena itu penting adanya pemberdayaan karang taruna guna meningkatkan peran serta pemuda dalam kehidupan bermasyarakat.
H. Masalah-masalah Generasi Muda
Masalah-masalah yang menyangkut generasi muda dewasa ini adalah:
a. Dirasakan menurunnya jiwa nasionalisme, idealisme dan patriotisme di kalangan generasi muda
b. Kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya
c. Belum seimbangnya jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia
d. Kurangnya lapangan dan kesempatan kerja.
e. Kurangnya gizi yang dapat menghambat pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan
f. Masih banyaknya perkawinan-perkawinan di bawah umur
g. Adanya generasi muda yang menderita fisik dan mental
h. Pergaulan bebas
i. Meningkatnya kenakalan remaja, penyalahagunaan narkotika
j. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengangkut generasi muda.
I.Potensi-Potensi Generasi Muda
Kemandirian pemuda secara ekonomi menjadi sebuah tuntutan bagi tumbuhnya kemandirian relative, yaitu kemampuan pemuda dalam memenuhi kesejahteraan atau kebutuhan hidupnya masing-masing.
Hanya dengan terus meningkatkan potensi-potensi ekonomi pemuda, maka kalangan pemuda mampu mempertahankan tetap kokoh tegaknya nilai-nilai idealisme bagi memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak.
Membangkitkan jiwa usaha generasi muda atau jiwa berwirausaha memberikan penawaran atau alternatif bagi sebuah proses yang membawa kepada kemandirian relatif dalam waktu yang relatif singkat. Mengapa Demikian?
Secara teori kewirausahaan, seorang pakar ekonomi Perancis J.B. Say sebagaimana dikutif oleh Peter F Drucker (1996), kewirausahaan adalah memindahkan sumber daya ekonomi dari kawasan produktifitas rendah ke kawasan produktifitas tinggi dan mendapatkan hasil yang besar.
Sehingga tugas seorang wirausaha menurut Schumpeter adalah melakukan perombakan kreatifitas (Creative Destruction). Kenyataan ini didukung oleh potensi generasi muda yang senantiasa bergerak melakukan inovasi dan kreatifitas melalui pemikiran-pemikiran segarnya.
Perubahan paradigma generasi muda kearah kemandirian ekonomi menyiratkan bahwa, seiring dengan proses melakukan perubahan social yang mengarah pada perbaikan kondisi bangsa sekaligus membentengi diri dari upaya-upaya yang dilakukan pihak-pihak tertentu yang akan mencoba membelokkan arah perjuangan itu sendiri.
Menggali dan memanfaatkan potensi ekonomi generasi muda selain berdampak pada ketegaran dalam mempertahakan prinsip idealisme, juga dapat membantu menyelesaikan sekian persen permasalahan bangsa dalam meminimalisasi pengangguran yang mayoritas di kalangan generasi muda itu sendiri.
Ketika generasi muda mampu menciptakan kemandirian relatif melalui penggalian potensi ekonomi, maka perjalanan dan perjuangan bangsa ini dalam rangka menumbuhkan kepercayaan dirinya kembali sebagai bangsa besar yang berdaulat akan dapat dicapai.
Mandiri bukan berarti tidak membutuhkan pertolongan siapapun, tetapi lebih pada kemerdekaan sikap untuk menentukan langkah dan tujuan kearah perbaikan di semua lini.
j. Tujuan Pokok Sosialisasi
• Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
• Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengenbangkankan kemampuannya.
• Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
• Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umum.
K. Pengembangan Potensi Generasi Muda
Di indonesia mempunyai dua pengalaman dalam mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu masa rezim Soekarno dan di masa rezim Soeharto. Pada masa demokrasi terpimpin dan pada era demokrasi Pancasila. Yang pertama dikenal dengan cara program santiaji dalam rangka nation and character building, atau membangun karakter bangsa, dan yang kedua dilaksanakan lewat program penataran P4, yang berisi pedoman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila.
Keduanya dilaksanakan lewat jalur pendidikan formal dalam kerangka kurikulum sekolah, ataupun dalam jalur pendidikan nonformal atau luar sekolah.
Pengalaman menunjukkan bahwa kedua program itu berhasil mencetak anak bangsa dengan karakter yang monolitik, karena keduanya dilakukan dengan pendekatan satu pihak dan drilling. Itu semua bertentangan dengan pengertian dan pendekatan pendidikan. Kita tahu pendidikan merupakan proses membantu peserta didik dalam mencapai kedewasaan, fisik, mental, ataupun sosial. Semuanya dilakukan dengan pendekatan kasih sayang. Namanya teaching with love. Nama lain adalah pendidikan budaya atau cultural learning.
Pendidikan budaya (cultural learning) bukan berarti pendidikan ilmu kebudayaan, untuk menjadi ahli kebudayaan. Tidak juga untuk menjadi budayawan. Yang dimaksud adalah pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yang mendasarkan pada kekayaan nilai objektif dan selektif ataupun idealisme bangsa.
Sehubungan dengan perkembangan zaman dan kemajuan iptek di era informasi yang serbacepat berubah, karakter bangsa harus mampu mengantisipasi semua perubahan yang bakal terjadi. Karakter itu harus menjadi mentalitas serbaunggul, seperti demokratis, keterbukaan, berorientasi ke depan meski tidak tercerabut dari nilai luhur bangsa, menghargai keluhuran nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Dalam bahasa lain, itulah nilai-nilai Pancasila yang utuh.Itu sebabnya kebudayaan harus diartikan sebagai semangat, tradisi, moralitas, tata nilai ataupun idealisme bangsa. Semua kualitas nilai itu bukan sekadar diinformasikan, melainkan dihayati dan diamalkan sepanjang masa dalam semua aspek kehidupan. Itu semua berlangsung melalui proses budaya.
Konsep tripusat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara sangat tepat untuk digunakan sebagai pendekatan proses pendidikan. Yaitu lewat keluarga, lembaga sekolah, dan kelembagaan sosial, yang disinergikan dalam suatu koordinasi yang demokratis. Secara simultan semua nilai ideal bangsa dan selektif itu dikomunikasikan lewat ketiga lembaga tadi.
Dikomunikasikan Nilai ataupun mentalitas tidak bisa diajarkan, demikian kata Bung Karno mengutip sebuah tulisan di sebuah universitas di Meksiko.
Nilai ataupun mentalitas bangsa hanya bisa dikomunikasikan lewat komunikasi sosial atau lewat proses budaya. Itu berarti nilai ataupun mentalitas ideal itu harus sudah dihayati dan diamalkan oleh seluruh generasi tua, dan kemudian dikomunikasikan kepada generasi baru lewat pergaulan sosial budaya. Tanpa ada pemaksaan, tanpa ada arogansi pada generasi tua. Dan tanpa ada kemunafikan.
Karenanya tidak boleh terjadi adanya disonansi kognitif dalam diri generasi muda. Artinya tidak boleh terjadi peserta didik dibuat bingung karena apa yang diajarkan di sekolah bertentangan dengan apa yang disaksikan setiap hari dalam kehidupan orang dewasa dalam masyarakat. Ini yang disebut disonansi kognitif. Yang mengakibatkan makin jauhnya tata nilai ideal dihayati generasi muda.
Sebaliknya generasi tua harus dengan tulus hati mengomunikasikan seluruh tata nilai ideal bangsanya, seluruh nilai luhur dan mentalitas bangsanya dengan seluruh kejujurannya, dengan seluruh integritas dirinya dikomunikasikan kepada generasi muda. Dengan cara demikian proses pendidikan dengan sepenuh hatinya atau teaching with love terjadi.
Paling tidak ada tiga paradigma pendidikan yang kita ketahui. Pertama bahwa pendidikan adalah proses mentransmisikan budaya. Ini bersama dengan proses pelestarian budaya. Yang diajarkan adalah semua tata nilai yang dianut generasi tua. Itu yang terjadi dalam masyarakat bangsa berkembang. Kedua, pendidikan adalah proses mentransformasikan budaya.
Ini berarti tujuan pendidikan adalah bersifat antisipatoris. Generasi muda selalu diarahkan untuk menangani kondisi masyarakat di masa depan yang dicita-citakan. Ini merupakan kebijakan pendidikan dalam masyarakat sosialis yang selalu membuat perencanaan pendidikan secara bertahap.
Paradigma ketiga adalah bahwa pendidikan merupakan proses di mana setiap generasi muda bisa memilih arah bagi pengembangan diri. Ini dikembangkan dalam masyarakat liberal. Nampaknya sesuai dengan fungsi maupun tujuan pendidikan yang tertuang dalam Pasal 3 UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 sesuai dengan gabungan ketiga paradigma pendidikan tersebut. Coba perhatikan berikut ini.
Fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Sedangkan tujuannya adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. Juga mengembangkan potensi generasi muda menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki berbagai kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual ataupun kecerdasan kinestetika.
Paragraf Pendapat pribadi :
Menurut saya pemuda itu adalah harapan bangsa,yaitu  seperti sebuah lilin yang bercahya di kegelapan. Siapa lagi yang akan mengubah negeri ini dari kekacaubaluan dari segi politik,ekonomi dan budaya kalau bukan dari pemuda dan tentunya kita sendiri sebagai pemuda. yang kita lihat sekarang  di negeri ini ibaratnya seperti fondasi yang akan rutuh, dan saatnya pemuda bergerak untuk membuat fondasi itu kokoh kembali dan tentunya yang dilandasi dengan  iman dan taqwa. Dan semakin lama era globalisasi semakin memblooming layaknya alga, tentunya dengan pemuda yang dilandasi iman dan taqwa pemuda akan bisa meyaring efek positif dan negatif dari globalisasi yang mulai berkembang di negeri ini.
sumber:               -joournal online
-wikipedia
pembuat blog:   - arini partiwi
                        - 1IA10
                        - 51410102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar